Nama: Michael Jordan
Tanggal Lahir : New York, 17 Februari 1963
Dia mampu mengangkat popularitas NBA ke tingkat dunia. Kehebatannya selalu dikenang. Selalu juara membuat dia jenuh. Terperangkap judi. Kembali lagi ke basket, juara lagi.
Janganlah mengaku penggila olah raga bola basket jika tak tahu Michael Jordan. Dialah legenda hidup. Situs resmi NBA menyebutkan, "Secara aklamasi, Michael Jordan adalah pemain basket paling hebat sepanjang masa". Popularitas NBA di seluruh dunia adalah berkat Jordan.
Seperti Pele dan Maradona di dunia Sepak Bola, Jordan menyihir penonton untuk tak berkedip melihat aksinya di lapangan basket. Salah satu aksinya yang fenomenal adalah saat dia menjadi penentu kemenangan Chicagu Bulls di Final NBA pada 1991.
Saat hendak melakukan dunk ke jala LA Lakers, Jordan memindahkan bola dari tangan kanan ke tangan kiri untuk menghindari blok Sam Perkins. Jordan memasukkan bola dengan cara lay up. Momen ini terus diulang oleh televisi karena dinilai sangat indah.
Jordan juga punya kemampuan 'melayang' di udara dengan durasi yang lebih lama dari orang kebanyakan. Sehingga dia dijuluki Air Jordan.
Jordan terkenal dengan slam dunk-nya dengan melompat dari titik free throw dan kemudian melayang melesakkan bola ke dalam keranjang.
Hingga kini belum ada yang menyaingi Jordan. Lewat kepiawaiannya itulah Jordan menorehkan catatan panjang prestasinya. Enam kali juara NBA, enam kali MVP Final, lima kali MVP reguler, dua medali emas olimpiade, 14 kali terpilih main di All Star, Rookie of The Year dan masih banyak lagi.
Sejak Jordan kuliah di University of North Carolina, tanda-tanda ia akan menjadi pemain basket hebat sudah terlihat. Pada 1982, Jordan membawa kampusnya menjadi juara nasional.
Jordan memulai karirnya di NBA pada usia 21 tahun bersama klub Chicago Bulls. Dalam waktu realtif singkat, ia mampu menarik perhatian lewat permainan yang menarik, efektif dan sangat menghibur.
Di musim pertamanya itu, Jordan rata-rata mencetak 28,2 poin tiap kali ia main. Ia langsung menjadi idola. Majalah Sports Illustrated tak ragu menjadikannya sebagai model sampul yang diberi judul 'A Star is Born.'
Jordan pun mendapat dukungan luas untuk tampil sebagai starter di pertandingan All Star. Hal ini mengundang rasa cemburu pada para pemain senior terutama Isiah Thomas.
Hasilnya saat pertandingan Jordan jarang mendapat operan bola. Namun situasi ini sama sekali tidak mempengaruhi performa sang pemain di kompetisi reguler. Jordan yang punya tinggi badan 198cm tetap tajam dan penuh percaya diri.
Musim kedua Jordan diwarnai dengan cedera yang memaksanya absen di 64 pertandingan. Bulls masih sanggup lolos ke babak play off walau akhirnya harus kalah dari salah satu tim paling kuat saat itu, Boston Celtics. Namun ada satu rekor yang dicetak Jordan di musim ini yakni dengan mencetak 63 poin dalam satu pertandingan. Hingga sekarang, rekor ini belum terpecahkan.
Di musim 1986-87, Jordan pulih dari cederanya. Dia menjadi satu-satunya pemain selain Wilt Chamberlain yang bisa mencetak 3.000 poin dalam satu musim. Tiap pertandinga rata-rata Jordan mencetak 37,1 poin. Tak cuma jago saat menyerang, Jordan juga lihai bertahan dengan torehan 200 steal dan 100 blok di musim itu.
Gelar NBA Pertama
Jordan dan Bulls akhirnya bisa merasakan bagaimana rasanya main di partai puncak final NBA pada 1991. Di final, Jordan bahu membahu dengan Scottie Pippen dan Horace Grant membawa Bulls mengalahkan LA Lakers.
Saat menerima trofi juara NBA, Jordan terlihat sangat sentimentil. Ia menangis. Begitu pula halnya dengan banyak penggemarnya di seluruh dunia. Jordan juga berhasil menjadi MVP Final untuk pertama kalinya.
Musim berikutnya Bulls terus menjadi tim yang sulit dikalahkan. Mereka kembali lolos ke final NBA dan berhasil mengatasi Portland Trail Blazers dalam enam pertandingan. Jordan juga kembali terpilih sebagai MVP.
Tahun 1993 Bulls dan Jordan meraih gelar ketiga beruntun (three-peat) dengan mengalahkan Phoenix Suns. Jordan kembali mencetak rekor final NBA dengan rata-rata 41 poin tiap pertandingan sekaligus kembali menjadi MVP. Belum ada pemain lain yang menjadi MVP final tiga musim berturut-turut.
Pasang Surut
Kemenangan demi kemenangan ternyata membuat Jordan kehilangan gairah. Pada Oktober 1993 ia memutuskan untuk pensiun karena merasa tak punya tantangan lagi. Kebiasaannya berjudi juga mendapat sorotan masyarakat.
Namun kemudian ia mengungkapkan alasan lain. Kematian yang menimpa sang ayah, James R Jordan, yang menjadi korban pembunuhan pada Juli 1993, membuatnya merasa lebih baik untuk tidak bermain lagi.
Ia kemudian memilih untuk beralih ke cabang baseball. Pada 1994, ia resmi memperkuat tim minor league Chicago White Sox. Menurut Jordan, keputusannya bermain baseball diambil karena ayahnya selalu berharap kalau anaknya bisa menjadi pemain di major league.
Walau bermain untuk klub baseball, kontraknya bersama Bulls masih tetap berlaku. Pasalnya pemilik Bulls, Jerry Reinsdorf, juga merupakan pemilik White Sox. Namun penampilan Jordan di lapangan baseball sangat jauh dari impresif.
Bulan Maret 1995 Jordan memutuskan kembali main untuk Bulls. Kali ini ia tak lagi memakai seragam dengan nomor 23. Ia memilih nomor 45 karena nomor lamanya juga sudah dipensiunkan.
Bulls bisa kembali menembus play off. Sayang mereka kalah di final wilayah timur dari Orlando Magic. Padahal di babak play off, Jordan sudah kembali memakai nomor keramatnya, 23. Seorang pemain Magic, Nick Anderson, menilai Jordan sudah tidak seperti dulu lagi.
Pada musim berikutnya Jordan mempersiapkan diri dengan sangat serius. Bulls yang mendapat tenaga baru jagoan rebound, Dennis Rodman, tampil begitu perkasa dengan rekor menang kalah 72-10 yang merupakan rekor terbaik kompetisi reguler.
Hasilnya Bulls bisa kembali menjadi juara di tahun 1996 dengan mengalahkan Seattle SuperSonics di final.
Jordan lagi-lagi bisa membantu Bulls menjadi juara NBA di dua musim berikutnya sekaligus merasakan three-peat yang kedua. Secara total sepanjang karirnya, Jordan juga meraih enam gelar MVP Final. Rekor yang akan sangat sulit dikalahkan.
Setelah itu, Jordan pensiun untuk kedua kalinya pada Januari 1999. Tepat setahun berikutnya ia kembali ke dunia NBA tapi bukan sebagai pemain. Ia menjadi salah satu pemilik Washington Wizards.
Perannya di Wizards sangat vital. Ia adalah orang yang punya hak menyetujui atau tidak segala kebutuhan operasional tim. Ia yang menentukan pemilihan personil Wizards.
Kemudian pada 2001 Jordan memutuskan akan bermain kembali. Ini adalah come backnya yang kedua. Gajinya sebagai pemain di Wizards digunakan untuk membantu korban serangan teroris 11 September 2001.
Penampilannya sebagai pemain berusia 38 tahun tidak terlalu buruk. Rata-rata ia mencetak 22,9 poin tiap pertandingan di musim itu.
Pada musim 2003 ia terpilih main di All Star Game untuk ke-14 kalinya sekaligus yang terakhir. Pertandingan terakhir Jordan dilakukannya pada 16 April 2003 di kandang Philadelphia 76ers. Di menit terakhir pertandingan ia ditarik keluar dan mendapatkan standing ovation selama tiga menit dari rekannya, lawannya dan para penonton.